Comments

Selasa, 24 Juli 2012

Prolog

Sepasang kaki mungil berlarian kesana kemari. Sebentar-sebentar menuju pintu salah satu bangsal. Menempelkan telinganya pada pintu yang selalu tertutup untuknya. Kemudian kembali ia berlari ke arah kursi tunggu. Duduk manis disamping bibi dan neneknya.


Jari-jari telunjuknya bersatu, saling berputar, dan kembali bersatu. Matanya sembab. Bibinya merangkul pundak kecil gadis itu. Dan ia mulai berbalik memeluk bibinya sambil terisak. 

"Semua akan baik-baik saja," kata bibinya. Yang tak tahu harus berkata apa lagi. Sudah terlalu sering ia berkata begitu.

Seorang dokter keluar dari bangsal yang tadi dihampiri gadis kecil itu. Bukan pertama kali ini terjadi. Dan untuk kesekian kalinya pemandangan seperti ini dialami gadis itu bersama bibi dan neneknya. Juga seperti biasanya, si bibi mulai menanyakan keadaan ibu si gadis kecil, yang terbaring di bangsal rumah sakit tersebut.

"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya si bibi.

Gadis kecil itu berbalik dan mulai menatap dokter tersebut. Matanya basah akan airmata. Entah mengapa dari semalam si gadis selalu menangis. Tidak seperti hari-hari sebelumnya, walau tahu ibunya sakit parah, ia tidak menangis. Suasananya terlalu berbeda, walau nampak sama, tapi terasa berbeda.

"Kami minta maaf. Sudah saatnya..." dokter tersebut tidak dapat melanjutkan perkataannya. Dan sebenarnya kata-kata tersebut sudah dimengerti oleh bibi si gadis kecil.

Air mata jatuh dari sudut mata bibi  dan nenek si gadis. Sedangkan gadis kecil itu kembali terisak dipelukan bibinya. Tak ada teriakan histeris. Hanya ada air mata dan suara sesunggukan si gadis kecil. Ya, mereka sudah mempersiapkan diri. Seperti yang dikatakan dokter tadi, sudah saatnya...selama ini memang hanya tinggal menunggu waktu.

Tiba-tiba...

"Amora, kita pulang sekarang juga!" pria bertangan besar menarik lengan gadis kecil yang masih bersedih atas kematian ibunya.
"Phil, apa yang kau lakukan?" si bibi menarik lengan satunya gadis kecil itu.
"Phil, tidakkah kau ingin melihat istrimu untuk yang terakhir kalinya?" si nenek bicara.
"Diam nenek tua! Aku tidak ingin melihatnya. Aku hanya ingin mengambil anakku."

Bibi si gadis kecil menatap sinis pria tersebut, "kau berani menganggapnya anak? Apa yang akan kau lakukan padanya, hah?"

"Itu jelas bukan urusanmu!" seru pria itu sambil menggendong gadis kecilnya. Ia berjalan cepat menghindari adik dan ibu dari istrinya yang berusaha mengejar dan meneriakinya.

"Bibiiii.... Neneeeekkk...." tangis gadis kecil itu seraya tangannya berusaha meraih bibi dan nenek yang berusaha mengejar ayahnya.

Namun pria itu terlalu cepat untuk dikejar. Mereka tak lagi mampu mengejarnya...


0 komentar:

Posting Komentar

Viewers


Followers

Blogger Com

Indonesian Freebie Web and Graphic Designer Resources

Blogger Indonesia